Ibnu Khaldun (1332—1406) adalah manusia abad ke-14 yang genius dan multitalenta. Lahir di Tunisia dan wafat di Mesir, hafidz al-Quran sejak kecil ini adalah sosok yang dinamis dengan beragam profesi. Mulai dari ulama, hakim, ahli fikih, filsuf, ahli hukum, diplomat, pakar politik, dosen, sosiolog, sejarawan, hingga seniman dan penyair.
Karyanya “al-ibar” yang berjumlah 7 jilid dan termasuk didalamnya “muqoddimah” sebagai jilid pertamanya dianggap sebagai pencapaiaan intelektual paling agung dalam sejarah abad pertengahan.
Konsep pajak Ibnu Khaldun bermula dari penjelasannya tentang bangkit dan runtuhnya sebuah dinasti, yang terdiri dari lima tahapan:
1) Penaklukan dan kesuksesan
2) stabilitas dan meninggikan diri sendiri,
3) ekspansi ekonomi dan kenikmatan hasil pembangunan,
4) kepuasan dan kompromi, dan
5) berlebih-lebihan, pemborosan, dan dekadensi.
Pada tiap-tiap tahapan struktur pajak dan pengeluaran pemerintah memainkan peranan yang sangat penting, sehingga sangat penting membahas tahapan-tahapan tersebut barulah kita dapat mengerti apa yang dimaksudkan dengan peningkatan pajak rasio menurutnya.
Ibnu Khaldun mendalilkan; “Pada awal dinasti, pendapatan pajak besar diperoleh dari penilaian kecil. Kemudian pada akhir dinasti, pendapatan pajak kecil diperoleh dari penilaian besar.”
Sebetulnya, bagaimana konsep pajak yang ideal? Tentu, sulit menjawabnya. Namun, melihat konsep pajak Ibnu Khaldun yang disampaikan dalam buku spektakulernya, Muqadimmah, tentu memberikan nuansa lain tentang arti penting pajak.
Konsep dasar pajak menurut Ibnu Khaldun, pengenaan tarif pajak dibuat rendah agar ekonomi bisa bergerak bagus dan kehidupan sosial politik negara menjadi stabil serta kuat.
Pajak yang tinggi –apalagi melampaui kemampuan warga– sangat berbahaya bagi tingkat produktivitas warga. Ujungnya, pajak yang tinggi dan luas akan berdampak buruk terhadap kegiatan ekonomi.
Ibnu Khaldun menilai pada masa ekonomi bagus, pendapatan negara dari pajak bertambah tinggi dengan tarif pajak rendah. Sebaliknya, di masa ekonomi sulit, pendapatan negara dari pajak tetap rendah meski tarif pajak dibuat tinggi.
Pajak yang ringan bagus bagi kehidupan sebuah negara. Ibnu Khaldun percaya ini karena dia hidup dan menyaksikan runtuhnya Daulah Abbasiyah karena korupsi, ketamakan, asyik hidup mewah, dan keserakahan oknum-oknum pejabat yang menerapkan pajak tinggi. Pajak yang memberatkan rakyat.
Tentu, kata Ibnu Khaldun, pemerintah harus memungut pajak. Pemerintah, jelas dia, adalah sumber pendorong ekonomi, penggerak utama pasar.
Ibn Khaldun berpendapat perekonomian akan tumbuh ketika kebijakan pemerintah mendukung kegiatan ekonomi. Karena itu, harus diingat, ketika pemerintah harus memungut pajak adalah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Syarat pajak, Ibnu Khaldun menyebut pajak hanya dipungut ketika pemerintah tidak menghambat kegiatan produksi dan perdagangan. Pajak yang diterapkan haruslah jenis yang disahkan dan sesuai syariat Islam.
Pajak ditujukan untuk menjaga stabilitas (keamanan) warga, kesejahteraan rakyat, keadilan dan pemerataan.
Ibnu Khaldun menegaskan pajak bukan dipakai untuk kegiatan-kegiatan tidak produktif, hidup pejabat yang bermewah-mewahan, dan dipenuhi berbagai fasilitas yang mahal.
Kata Ibnu Khaldun, ketika perekonomian negara semakin membaik, biasanya pemerintah akan kehilangan kesederhanaan dan birokrasi menjadi lebih kaku. Godaan pola hidup mewah akan mendorong penguasa menaikkan pajak agar pendapatan negara bertambah.
Hal ini yang Ibnu Khaldun sepanjang hidupnya dalam mengamati pola hidup oknum-oknum pejabat yang hidup bermewah-mewahan dari uang pajak dan uang negara.
Pungutan pajak yang berlebihan bisa terjadi ketika tuntutan belanja birokrasi dan militer membengkak. Semakin besar belanja birokrasi dan militer, semakin besar pula pajak harus dipungut dari masyarakat yang justru akan menjadi beban bagi perekonomian.
Dia menilai kebijakan menaikkan surplus permintaan dengan cara memperbesar belanja birokrasi dan tentara merupakan langkah keliru.
Bagi Ibnu Khaldun, pemerintah yang baik mempunyai birokrasi dan tentara dalam jumlah minimum yang cukup untuk menjamin terciptanya ke teraturan dan keamanan. Dengan demikian, pungutan pajak untuk membiayai pemerintahan pun bisa minimal.
Pajak harus mendorong kegiatan bisnis, perusahaan, dan organisasi-organisasi terkait. Beban pajak yang tinggi terhadap individu maupun perusahaan tentulah akan berpengaruh buruk terhadap pendapatan nasional yang dihitung dari akumulasi produk domestik bruto (PDB).








