Advertisements
Ungkapan Jiwa

Kebijakan Fiskal Islam dan Pendayagunaan Dana Zakat oleh BAZNAS (Analisis Kritis terhadap Rendahnya Alokasi Program Ekonomi Tahun 2023–2024)

Kebijakan Fiskal Islam dan Pendayagunaan Dana Zakat oleh BAZNAS (Analisis Kritis terhadap Rendahnya Alokasi Program Ekonomi Tahun 2023–2024)

Ditulis Oleh: Hasan Arfani

Pascasarjana UIN Jurai Siwo Lampung

Zakat adalah hak Allah yang wajib dikeluarkan oleh seseorang yang berkewajiban zakat, dengan kriteria sesuat syariat dan diperuntukkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya sesuai ketentuan. Dinamakan zakat karena adanya harapan keberkahan, pensucian jiwa dan pengembangan jiwa dengan berbagai kebaikan (Ikram, Misbahuddin, & Ridwan, 2023). Infaq menurut istilah Adalah meberikan sebagian harta atau pendapatan yang dimiliki sesuai secara sukarela untuk keperluan yang diperintahkan ajaran Islam tanpa ada ketentuan besarannya. Sedangkan sedekah menurut terminologi syariat, sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuaannya. jika infak selalu berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti yang lebih luas, menyangkut hal yang bersifat non material (Zulkifli, 2020).

Dalam sistem ekonomi Islam, zakat memiliki fungsi yang tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga sosial dan ekonomi. Sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal Islam, zakat berperan penting dalam menciptakan keadilan distribusi pendapatan dan mengurangi kesenjangan sosial (Ayyubi & Rasyida, 2021). . Dalam konteks negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, zakat tidak hanya menjadi kewajiban individu, melainkan juga sumber daya publik yang dapat dioptimalkan untuk memperkuat perekonomian umat dan meningkatkan kesejahteraan sosial.

Namun, peran zakat sebagai instrumen kebijakan fiskal Islam tampaknya belum berjalan maksimal. Berdasarkan Laporan Pengelolaan Zakat Nasional (LPZN) tahun 2024, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyalurkan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) sebesar Rp39.866.640.557.271. Dari jumlah tersebut, hanya Rp614.764.892.346 atau sekitar 1,5 persen yang dialokasikan untuk program ekonomi. Data BAZNAS juga menujukkan bahwa dana ZIS yang tersalurkan untuk program ekonomi secara statitik berada di urutan ke-2 terbawah hanya berada satu tingkat diatas program kesehatan. Dengan demikian  meskipun jumlah penyaluran dana ZIS untuk program ekonomi ini meningkat dibandingkan tahun 2023 yakni Rp450.776.755.895 dari total Rp28.364.703.350.560 (BAZNAS, 2025). Secara proporsional peningkatan tersebut masih sangat kecil dan terkesan menyampingkan program ekonomi.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk indonesia 280 juta jiwa dengan potensi zakat nasional menurut BAZNAS mencapai 327 Triliun. Potensi zakat besar namun permasalahan ketimpangan di Indonesia tidak kunjung usai. Membuat parodoks yang kian mencolok  (Hafidhuddin, 2011). Artinya, pemanfaatan zakat sebagai sarana pemberdayaan ekonomi produktif masih jauh dari optimal. Sementara itu, Gini ratio Indonesia pada tahun 2024 masih berkisar antara 0,379 hingga 0,381, dan tingkat kemiskinan nasional tetap di atas 8 persen (BPS, 2025). Fakta ini memperlihatkan bahwa potensi besar zakat sebagai alat redistribusi kekayaan dan instrumen pengentasan kemiskinan belum dimanfaatkan secara maksimal oleh lembaga pengelola.

Zakat dalam pandangan ekonomi Islam seharusnya berfungsi sebagai automatic stabilizer, yang dapat menstimulasi perekonomian masyarakat miskin melalui mekanisme redistribusi pendapatan dan investasi sosial produktif (Kahf, 2000). Akan tetapi, realitas di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar penyaluran dana zakat di Indonesia masih bersifat konsumtif, seperti bantuan tunai, santunan pendidikan, dan bantuan sosial. Padahal, pendayagunaan zakat secara produktif misalnya melalui pembiayaan usaha mikro, pelatihan kewirausahaan, atau kerja sama dengan lembaga keuangan syariah berpotensi memberikan dampak jangka panjang terhadap kemandirian ekonomi mustahik.

Konsep Ideal ZIS dalam Kebijakan Fiskal Islam

Dalam kerangka kebijakan fiskal Islam, zakat, infak, dan sedekah (ZIS) merupakan elemen yang mampu menjalankan fungsi redistribusi kekayaan secara adil dan berkelanjutan. Konsep ideal ZIS menempatkan dana tersebut bukan hanya sebagai alat pemenuhan kebutuhan dasar kaum dhuafa, tetapi juga sebagai instrumen ekonomi yang mampu memobilisasi potensi produktif masyarakat miskin. Allah SWT berfirman dalam surah At-Taubah ayat 60:

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ۝٦٠

Artinya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Secara normatif, prinsip dasar pengelolaan zakat dalam Al-Qur’an (QS. At-Taubah: 60) menegaskan delapan golongan penerima zakat (ashnaf), di mana sebagian di antaranya seperti gharim, fi sabilillah, dan ibnu sabil dapat diarahkan pada kegiatan ekonomi produktif yang menumbuhkan kesejahteraan secara luas.

Dalam praktik ekonomi Islam kontemporer, ZIS berperan sebagai kebijakan fiskal mikro yang bersifat bottom-up. Berbeda dengan pajak yang bersifat wajib dan dikendalikan oleh negara, zakat membawa dimensi spiritual dan moral yang menjamin kepatuhan sosial. Oleh karena itu, pengelolaan ZIS yang ideal harus memadukan aspek keagamaan dengan prinsip efisiensi ekonomi. Pengumpulan zakat yang besar tanpa strategi pendayagunaan yang produktif akan menyebabkan leakage of potential, yaitu hilangnya peluang untuk mengubah zakat menjadi modal pembangunan umat.

Selain itu, kebijakan fiskal Islam menghendaki adanya pergeseran paradigma dari zakat konsumtif menuju zakat produktif. Dalam konteks ini, peran amil zakat tidak hanya sebagai penyalur dana, melainkan juga sebagai agent of development. Amil harus memiliki kapasitas analisis ekonomi, kemampuan melakukan pendampingan, serta strategi pemberdayaan yang berbasis kebutuhan lokal. Misalnya, zakat dapat dijadikan modal usaha untuk mustahik melalui mekanisme qard al-hasan, program pelatihan kewirausahaan, atau pembentukan koperasi syariah berbasis komunitas.

Namun, realitas di Indonesia menunjukkan masih banyak kendala dalam implementasi konsep ideal tersebut. Salah satunya adalah rendahnya pemahaman masyarakat, baik di kalangan muzakki maupun mustahik, tentang konsep zakat produktif. Banyak mustahik yang masih memahami zakat sebagai bentuk bantuan konsumtif semata. Bahkan dalam banyak kasus, dana yang diterima sudah diakadkan untuk kebutuhan konsumtif seperti biaya hidup, pendidikan, atau kesehatan, sehingga tidak bisa dialihkan untuk kepentingan produktif tanpa mengubah akad. Akibatnya, peluang untuk menjadikan zakat sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi menjadi sangat terbatas.

Oleh karena itu, agar ZIS benar-benar dapat berfungsi sebagai kebijakan fiskal Islam yang efektif, diperlukan reorientation dalam pendidikan dan sosialisasi zakat. Lembaga amil zakat, khususnya BAZNAS, harus menanamkan pemahaman bahwa zakat bukan hanya ibadah sosial, tetapi juga bagian dari sistem ekonomi Islam yang mampu menciptakan kemandirian umat. Dengan cara ini, zakat tidak hanya mengentaskan kemiskinan sesaat, melainkan membangun kemandirian ekonomi jangka panjang.

Advertisements

Rekomendasi Penguatan Pendayagunaan Dana ZIS

Pertama, melihat rendahnya proporsi penyaluran zakat untuk kegiatan ekonomi produktif, BAZNAS perlu melakukan reformulasi kebijakan strategis. Pertama, perlu adanya peningkatan alokasi dana zakat untuk sektor ekonomi produktif secara bertahap. Misalnya, dalam jangka menengah (lima tahun), BAZNAS dapat menetapkan target minimal 5–10 persen dari total penyaluran dana zakat untuk program ekonomi. Persentase ini cukup realistis, namun dapat memberikan efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan mustahik.

Kedua, BAZNAS perlu memperkuat kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang perencanaan dan pendampingan usaha. Pengelolaan zakat produktif memerlukan pendekatan yang berbeda dari zakat konsumtif. Diperlukan tenaga amil yang memahami konsep bisnis syariah, manajemen keuangan mikro, serta memiliki kemampuan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada penerima zakat. Selain itu, kemitraan dengan lembaga keuangan syariah, perguruan tinggi, dan BUMDes dapat memperluas akses permodalan dan memperkuat keberlanjutan usaha.

Ketiga, perlu ada inovasi dalam akad dan model distribusi zakat. Selama ini, akad zakat yang bersifat konsumtif membatasi penggunaan dana untuk pemberdayaan ekonomi. BAZNAS dapat mengedukasi para mustahik agar bersedia menerima akad produktif, seperti akad mudharabah atau qard hasan, sehingga dana zakat dapat dijadikan modal bergulir. Pendekatan edukatif ini harus dilakukan secara berkelanjutan melalui sosialisasi dan pembinaan. 

Keempat, sistem pelaporan BAZNAS harus bertransformasi dari output-based reporting ke outcome-based reporting. Artinya, keberhasilan zakat tidak hanya diukur dari jumlah dana yang tersalurkan, tetapi dari dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan mustahik. Dengan indikator berbasis hasil, publik dapat menilai sejauh mana zakat benar-benar berperan dalam menurunkan kemiskinan dan memperkuat ekonomi umat.

Terakhir, pemerintah juga perlu memberikan dukungan kebijakan yang lebih kuat, misalnya melalui integrasi zakat dalam kerangka fiskal nasional. Zakat dapat berfungsi sebagai pelengkap pajak dalam program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan UMKM syariah. Jika sinergi antara pemerintah, BAZNAS, dan masyarakat terbangun, maka zakat dapat menjadi motor ekonomi kerakyatan yang berbasis nilai-nilai Islam.

Dengan demikian, pengelolaan ZIS yang baik tidak hanya akan memperkuat ekonomi umat, tetapi juga menghidupkan kembali semangat keadilan sosial Islam yang sesungguhnya: menyejahterakan tanpa menindas, membantu tanpa memperlemah, dan membangun kemandirian yang berkeadilan.

Daftar Pustaka

Ayyubi, R. T., & Rasyida, S. N. (2021). Pengaruh Distribusi Zakat,  Infaq, Sedekah dan CSR Terhadap  Penurunan Ketimpangan Sosial. Islamic  Economic Journa, 7(2).

BAZNAS. (2025). Laporan Zakat Nasional 2015–2024. Jakarta: Baznas. Diambil dari https://baznas.go.id/laporan-zakat-nasional

BPS. (2025). Gini Ratio Menurut Provinsi dan Daerah. Diambil dari https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/OTgjMg==/gini-rasio–maret-2023.html

Ikram, M. F., Misbahuddin, & Ridwan, S. (2023). Pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah Dalam Islam. Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(11), 848–852. https://doi.org/10.5281/zenodo.10445980

Hafidhuddin, D. (2011). Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani.

Kemenkeu. (2025). Laporan Tahunan 2015-2024. Jakarta: Kemenkeu. Diambil dari https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/laporan/laporan-tahunan-kemenkeu

Kahf, M. (2000). Zakat Management in Some Muslim Societies. Jeddah: IRTI-IDB.

Zulkifli. (2020). Panduan Praktis Memahami Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf dan Pajak,. Depok Sleman Yogyakarta: Kalimedia.

 

Advertisements
nalarmiring

Recent Posts

Kebijakan Fiskal dalam Perspektif Ekonomi Islam: Antara Keadilan dan Kemaslahatan

Ditulis Oleh: Muhammad Jibriliano Ramadhan, S.E Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Islam Tugas UTS Opini Makro Ekonomi…

1 minggu ago

Anak Muda yang Berjuang “Melenting” lah

Anak Muda yang Berjuang "Melenting" lah Para generasi muda yang sedang berjuang menuju jalan kekuasaan…

6 bulan ago

Partisipasi Pilkada Metro Menurun, Cerminan Apatisme Politik ?

Pilkada Kota Metro 2024 telah selesai dilaksanakan. Namun, data yang muncul meninggalkan sebuah catatan penting…

11 bulan ago

Dinamika Organisasi

"Dinamika Organisasi" Dinamika organisasi merupakan salah satu aspek penting yang menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan…

1 tahun ago

Debu Janji di Tengah Kampanye

Maman berdiri di pinggir alun-alun kecil, matanya memandang ke arah panggung di tengah yang dibangun…

1 tahun ago

Suara yang Sia-Sia

Hari itu terik. Matahari membakar genting-genting rumah di kota kecil yang sibuk dengan gemuruh politik.…

1 tahun ago