Advertisements
Categories: Gagasan Miring

Suara yang Sia-Sia

Hari itu terik. Matahari membakar genting-genting rumah di kota kecil yang sibuk dengan gemuruh politik. Spanduk warna-warni bergelantungan di jalan, wajah-wajah tersenyum palsu dari para calon terpampang dengan janji-janji yang tak pernah benar-benar mereka maksudkan. Pilkada sudah di ambang pintu, dan warga kota, yang disebut sebagai ‘pemilik kedaulatan’, sibuk berpura-pura peduli pada pilihan mereka.

Di tengah kerumunan itu, ada seorang pria bernama Maman. Ia berdiri di depan TPS, menyulut rokoknya perlahan, menikmati asap yang menghilang di udara. Di kantong celananya, kartu pemilih tergenggam, seperti beban yang tak diminta. Setiap langkah menuju bilik suara adalah satu langkah lebih dekat pada keputusan yang, baginya, tidak akan mengubah apa pun.

Kota ini adalah tempat yang kotor, bukan karena debu di jalan atau sampah yang menumpuk, tapi karena janji-janji kosong yang berulang kali dilemparkan. Maman tahu, siapa pun yang terpilih nanti, hidupnya tak akan berubah. Ia tetap akan bangun pagi-pagi untuk bekerja, menghadapi pelanggan-pelanggan yang marah di toko roti kecilnya. Jalanan tetap akan penuh lubang, dan anak-anak tetap harus menyeberangi sungai kotor untuk sampai ke sekolah.

Namun, absurditas ini harus dilakoni. “Kamu harus memilih, Maman,” kata tetangganya kemarin, seorang lelaki tua yang setia pada rutinitas pemilu seperti setia pada berdoa. “Itulah kedaulatan kita sebagai rakyat.”

Kedaulatan. Kata yang kosong. Sebagai rakyat, apa yang sebenarnya bisa mereka pilih? Mereka seperti diberi ilusi kontrol, seolah-olah dengan menandai satu nama di kertas suara, kehidupan mereka akan berubah. Tapi, Maman tahu, ini hanya permainan. Sebuah permainan yang dirancang oleh mereka yang berada di atas, menertawakan harapan kecil yang mereka paksakan kepada orang-orang seperti dirinya.

Dia masuk ke bilik suara, perlahan, tanpa semangat. Di depannya terhampar kertas suara dengan nama-nama calon yang semuanya serupa—senyum lebar, jabat tangan kuat, dan janji ‘perubahan’. Maman tahu, setelah hari ini, mereka akan menghilang ke dalam gedung-gedung pemerintah, tak lagi peduli pada suara yang memilih mereka. Semua janji hanyalah asap seperti rokoknya, menguap begitu saja.

Tangannya terhenti di atas kertas suara. Ada momen hening di dalam pikirannya, seolah-olah dunia berhenti bergerak. Di sinilah absurditas terasa paling nyata. Ia bisa memilih siapa saja, tetapi pilihan itu tidak akan membawa perbedaan. Bagi Maman, dunia ini tak peduli pada pilihan kecilnya.

Advertisements

Namun, seperti Sisyphus yang tetap mendorong batu meski tahu ia akan jatuh lagi, Maman melingkari satu nama. Pilihan tanpa arti, tanpa harapan. Ia tersenyum tipis, menertawakan dirinya sendiri. Dalam momen itu, ia sadar, absurditas ini tidak akan pergi, tetapi ia, sebagai bagian dari absurditas itu, akan terus berjalan. Itulah perlawanan kecilnya.

Dia keluar dari bilik suara, kembali ke kehidupan yang sama. Kota ini akan terus berjalan dalam ritme yang tak berubah, penuh dengan janji-janji kosong dan wajah-wajah palsu di spanduk yang lusuh. Tapi di tengah absurditas itu, Maman merasa bebas. Ia sudah memilih, meski tahu pilihannya sia-sia. Bagi dirinya, tidak ada pahlawan yang datang dari surat suara, hanya kebebasan kecil dalam menerima ketidakbermaknaan pilihan itu sendiri.

“Setidaknya aku memilih,” gumamnya, menatap matahari yang kian terik, “dan itulah yang penting.”

Maman berjalan pulang dengan langkah yang sama seperti saat ia datang.

By: Salman

Advertisements
nalarmiring

Share
Published by
nalarmiring

Recent Posts

Partisipasi Pilkada Metro Menurun, Cerminan Apatisme Politik ?

Pilkada Kota Metro 2024 telah selesai dilaksanakan. Namun, data yang muncul meninggalkan sebuah catatan penting…

5 bulan ago

"Dinamika Organisasi" Dinamika organisasi merupakan salah satu aspek penting yang menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan…

7 bulan ago

Debu Janji di Tengah Kampanye

Maman berdiri di pinggir alun-alun kecil, matanya memandang ke arah panggung di tengah yang dibangun…

7 bulan ago

Harlah PMII 63, Refleksi Kader PMII dalam tantangan zaman

Harlah PMII 63, Refleksi Kader PMII dalam tantangan zaman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). merupakan…

2 tahun ago

Konsep Dasar Menjadi Pemimpin Bijak ?

Kepemimpinan yang baik tercipta dari kepercayaan, sifat, karakter, dan nilai nilai yang baik, pada dasarnya…

2 tahun ago

SULIT-SULIT BENAR MENYADARKANMU !

Curious. Penasaran pada banyak hal. Mengenali apapun yang ada di sekitarnya. Bertanya berulang ulang. Mencoba,…

3 tahun ago