Rumah Masuknya Islam di Indonesia bisa dikatakan datang belakangan. Hal ini berdasarkan fakta bahwa Islam adalah agama yang terakhir masuk ke Indonesia. Sebelum Islam masuk, Masyarakat Indonesia telah menganut berbagai ajaran Agama selain Islam.
Diawali agama lokal masyarakat seperti Animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan akan hal yang berasal dari Roh roh nenek moyang masyarakat Indonesia, sedangkan dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda benda keramat.
Dari dua kepercayaan ini maka lahirlah agama-agama lokal yang dianut masyarakat Indonesia. Seperti Kejawen, Sunda Wiwitan, Sunda Djawa, Parmalim, Kaharingan, Marapu dan Naurus. Hampir setiap suku di Indonesia memiliki Agama dan kepercayaan masing-masing.
Setelah kepercayaan tersebut, masuk pula agama yang bukan berasal dari Indonesia , agama ini berasal dari India seperti Hindu dan Budha. Diawali berkembangnya kerajaan Hindu pertama yakni Kutai Kertanegara, dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa.
Hingga hari ini, di Indonesia masih bisa dikatakan dalam proses pengislaman. Salah satu contohnya adalah banyaknya pesantren yang sengaja didirikan di daerah berbahaya dan bukan daerah yang masyarakatnya sudah beragama. Jumlah pesantren yang dibangun semakin banyak hingga menyebabkan mereka yang sebelumnya kaum abangan berubah menjadi muslim taat.
Lalu, Kapan Islam pertama masuk ke Indonesia? Dari pandangan sederhana, sebenarnya kita tidak tahu sama sekali akan hal itu. Para peneliti dan sejarawan mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke 7, argumen tersebut berdasar ditemukannya Batu Nisan bertuliskan Huruf Arab.
Namun Batu nisan tersebut tidak jelas, apakah peninggalan makam perkampungan Islam lokak atau tempat singgah pedagang Islam yang kemudian meninggal ditempat tersebut.
Islam Tradisionalis dan Modernis
Dalam masyarakat Indonesia, penganut agama Islam dibagi menjadi dua. Pertama penganut Islam Tradisionalis yang berlatar belakang Santri dan masyarakat desa yang mayoritas pengikutnya adalah NU. Kedua penganut Islam Modernis yakni basis masyarakat perkotaan yang mayoritas pengikutnya adalah Muhammadiyah.
Di banyak daerah, pengikut kaum Tradisionalis secara kuantitas lebih banyak dari kalangan modernis, terutama di pulau Jawa. Namun, di beberapa daerah kadang terbalik kondisinya, jumlah kaum modernis lebih banyak daripada kalangan tradisionalis.
Jika berkaca dari sejarah, khususnya penyebaran Islam di pulau jawa dilakukan oleh wali songo dan orang yang belajar di pesantren disebut sebagai santri, sebutan istilah santri muncul sebelum abad XX M. hal ini yang menyebabkan masyarakat Jawa adalah Islam Tradisionalis.
Sebenarnya, semua masyarakat Indonesia adalah Islam Tradisionalis. Modernisme Islam datang pertama kali ke Indonesia pada awal abad XX M.. Pada awalnya Modernisme Islam adalah gerakan Progresif dan Reformis, lalu setengah abad kemudian menjadi gerakan konservatif.
Tujuan modernisme adalah merubah perilaku dan pemikiran umat muslim supaya lebih baik dalam beragama di sisi lain semakin baik juga dalam menanggapi perkembangan zaman modern. Namun, gerakan mereka lebih fokus kepada usaha untuk melestarikan ciri khusus kaum (modernisme) dan perilaku mereka terpengaruh gerakan luar.
Semenjak gerakan modernisme muncul dan berkembang, mereka secara garis besar terbagi menjadi dua. Pertama kaum mayoritas yang moderat tapi tidak kritis, kedua kaum minoritas yang konservatif namun kritis.
Disaat yang sama, Islam Tradisionalis pedesaan tetap konservatif terhadap budaya, namun mereka setelah lulus dari pondok pesantren dan masuk perguruan tinggi menempatkan diri dalam garda depan pemikiran progresif.
Banyak kita temui bahwa, pendidikan tinggi Islam tetap mengajarkan Islam Tradisional (dan klasik) seperti sufisme, namun memperkenalkan para mahasiswanya pada pemikiran, teologi serta yurisprudensi barat yang kritis supaya terjadinya perkawinan antara dua aspek ilmu pengetahuan.
Sementara, kaum modernis tumbuh dan berkembang dengan belajar teologi secara terbatas, mereka tidak mempelajari teks-teks klasik secara mendalam. Oleh karena itu, mereka (sebenarnya) tidak mampu mempelajari Islam secara kritis. (Reza Zein)