Advertisements
Categories: Nalar Aneh

NAMANYA “SOE HOK GIE”, SANG IDEALIS YANG MATI MUDA

Gie panggilannya salah satu dari tokoh penting aktivis mahasiswa. Ia termasuk salah satu tokoh kunci dalam sejarah munculnya angkatan ’66. Soe Hok Gie sebagai bagian dari gelombang gerakan mahasiswa masa lalu yang banyak membuat catatan-catatan di berbagai media massa. Tulisan-tulisan tajam, mengigit dan tiap kali sinis itu membuat jiwa kemanusiaan setiap pembacanya bergetar., Gie seorang intelektual muda yang berani serta mempunyai jiwa kemanusiaan yang tinggi.

Soe Hok Gie lahir pada 17 Desember 1947 adik kandung dari Soe Hok Djien (Dr Arief Budiman) , dalam lingkungan keluarga di mana ia dibesarkan sangat berpengaruh terhadap dirinya, ayahnya Salam Sutrawan adalah wartawan di masa pergerakan nasional dan zaman jepang. Lingkungan keluarganya sangat akrab dengan literatur. Dari segi ekonomi sangat sederhana, namun tidak dalam penjajahan intelektual.

Gie dan kakaknya sudah sangat akrab dengan literatur bacaan seperti sastra dan filsafat sejak masih duduk di bangku sekolah menengah. Hal ini menjadikan Soe Hok Gie sebagai aktivis yang mempunyai wawasan yang luas, ia bahkan berdiskusi panjang lebar dengan Soedjatmoko, ia berdebat dengan Soekarno (ketika masih menjadi presiden), tetapi ia bisa larut dalam obrolan dengan Pak Jiman tukang putar stensil di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Dalam buku Catatan Seorang Demonstran yang menjadi pengalamannya ketika duduk dibangku SMA bertemu dengan seorang pengemis yang kelaparan lalu si pengemis itu memakan kulit mangga dan dia tidak tahan melihat hal itu dan memberikan uang dua setengah rupiah, yang membuat hal tersebut luar biasa dan menguncang hatinya ialah jarak antara pengemis dengan istana kepresidenan Cuma dua kilometer dan yang bukan menjadi rahasia umum dan semua orang tahu istana adalah pusat pesta yang tak kenal dengan waktu siang dan malam. Hal ini yang menggugah hati Soe Hok Gie dalam melihat penindasan di depan matanya sendiri.

Gie berikrar pada tanggal 10 desember 1959 sebagaimana didalam catatan hariannya “mereka generasi tua harus ditembak di lapangan banteng” terpenuhilah enam tahun kemudian secara dramatis. Soe Hok Gie menjadi salah satu aktor dalam gerakan-gerakan mahasiswa pada awal tahun 1966. Dia menjadi dalang dalam aksi turun jalan yang menuntut penurunan harga bensin, penurunan harga karcis bis

Gie juga berhadapan dengan puluhan tentara dalam aksinya bahkan Gie melakukan tindakan nekad dengan merebahkan dirinya di hadapan para panser-panser pembela penguasa, sehingga panser-panser terpaksa menghentikan gerakannya. Soe Hok Gie bukan ahli dalam mempimpin aksi mahasiswa tetapi ia sering menjadi autor intellectualis di baliknya. Dalam puncak gerakan mahasiswa itu runtuhnya seluruh rezim penguasa ketika itu (Soekarno) pada tanggal 11 Maret 1966.

Setelah penguasa meletakan rezim kekuasaannya, mahasiswa mempunyai pengaruh yang besar, rakyat menghormatinya karena tanpa adanya gerakan mahasiswa,  rezim penguasa masih berkuasa. Dalam sejarah belum pernah pengaruh politik mahasiswa demikian besar. Banyak tokoh-tokoh mahasiswa menjadi tokoh-tokoh nasional.

Hal ini menimbulkan kemalangan bagi mahasiswa indonesia, mahasiswa terpecah menjadi dua kutub. Sebagian mahasiswa melihat pengaruh politik yang sangat besar agar dapat di manfaatkan secara efektif dan sebagian yang lain tidak setuju tugas utama mahasiswa adalah belajar. Pada akhir tahun 1966, mahasiswa ditawari untuk duduk di parlemen, golongan mahasiswa pertama menerimanya, dengan dalih segala jalan harus ditempuh termasuk dengan duduk di parlemen untuk memperbaiki rakyat, namun golongan yang kedua menolak di parlemen dan menyatakan bahwa “kita akan kehilangan moral jika bergabung dengan bajingan-bajingan di parlemen.

Melihat hal ini Gie tidak tinggal diam. Dalam tulisan “Menaklukkan Gunung Slamet”,  pemuda desa bertanya kepada Gie “Dia sangat ingin tahu tentang Ibukota, Saya jelaskan, situasi jakarta seperti apa adanya. “Sebagian dari pemimpin-pemimpin KAMI adalah maling juga. Mereka korupsi, mereka berebut kursi, ribut-ribut pesan mobil dan tukang kecap pula.

Akhirnya Gie bersama rekan-rekan mahasiswa lainnya memberikan hadiah kepada teman-temannya yang duduk disinggasana kekuasaan. Sebuah paket diantar pada 12 desember 1969 isinya  antara lain: pemulas bibir, bedak pupur, cermin, jarum, benang dan sepucuk surat untuk teman-teman seperjuangannya dulu

Isi suratnya adalah:

“Bersama dengan ini kami kirimkan kepada anda hadiah kecil kosmetik dan sebuah cermin kecil sehingga anda, saudara kami yang terhormat, dapat mebuat diri kalian lebih menarik di mata penguasa dan rekan-rekan sejawat anda di DPR-GR”

“Bekerjalah dengan baik, hidup Orde Baru!

Advertisements

Nikmatilah kursi anda tidurlah nyenyak”

Teman-teman mahasiswa anda di Jakarta dan Ex Demonstran ’66.

Setelah Gie mengirimkan surat tersebut kepada teman-temannya yang sudah menikmati singgasana kekuasaan, ia bersama teman-temannya melakukan perjalanan ke puncak Gunung Semeru, di tengah kencangnya angin di ketinggian 3.676 meter puncak gunung semeru, Gie gugur bersama seorang temannya yang bernama Dhanvantari Lubis, gara-gara terjebak gas beracun. Ia gugur pada 16 Desember 1969 hanya sehari sebelum ulang tahunnya.

Soe Hok Gie dalam catatan harian pernah menulis;

“Seorang Filsuf Yunani Pernah Menulis…

Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”

Begitulah sekelumit kisah “Gie” dalam memandang realitas sosial zaman nya…

Reza R.F

Referensi:

Catatan Seorang Demonstran

Zaman Peralihan

Advertisements
nalarmiring

Share
Published by
nalarmiring

Recent Posts

Partisipasi Pilkada Metro Menurun, Cerminan Apatisme Politik ?

Pilkada Kota Metro 2024 telah selesai dilaksanakan. Namun, data yang muncul meninggalkan sebuah catatan penting…

5 bulan ago

"Dinamika Organisasi" Dinamika organisasi merupakan salah satu aspek penting yang menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan…

7 bulan ago

Debu Janji di Tengah Kampanye

Maman berdiri di pinggir alun-alun kecil, matanya memandang ke arah panggung di tengah yang dibangun…

7 bulan ago

Suara yang Sia-Sia

Hari itu terik. Matahari membakar genting-genting rumah di kota kecil yang sibuk dengan gemuruh politik.…

7 bulan ago

Harlah PMII 63, Refleksi Kader PMII dalam tantangan zaman

Harlah PMII 63, Refleksi Kader PMII dalam tantangan zaman Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). merupakan…

2 tahun ago

Konsep Dasar Menjadi Pemimpin Bijak ?

Kepemimpinan yang baik tercipta dari kepercayaan, sifat, karakter, dan nilai nilai yang baik, pada dasarnya…

2 tahun ago